Senin, 13 Oktober 2008

Jangan benci aku

Jangan benci aku, Mama
Dua puluh tahun yang lalu saya melahirkan seorang anak laki-laki, wajahnyalumayan tampan namun terlihat agak bodoh. Sam, suamiku, memberinya namaEric. Semakin lama semakin nampak jelas bahwa anak ini memang agakterbelakang. Saya berniat memberikannya kepada orang lain saja untukdijadikan budak atau pelayan.
Namun Sam mencegah niat buruk itu. Akhirnya terpaksa saya membesarkannyajuga. Di tahun kedua setelah Eric dilahirkan saya pun melahirkan kembaliseorang anak perempuan yang cantik mungil. Saya menamainya Angelica. Sayasangat menyayangi Angelica, demikian juga Sam. Seringkali kami mengajaknyapergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.
Namun tidak demikian halnya dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa stelpakaian butut. Sam berniat membelikannya, namun saya selalu melarangnyadengan dalih penghematan uang keluarga. Sam selalu menuruti perkataan saya.Saat usia Angelica 2 tahun Sam meninggal dunia. Eric sudah berumur 4 tahunkala itu. Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakinmenumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesalseumur hidup. Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya besertaAngelica. Eric yang sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja.Kemudian saya tinggal di sebuah gubuk setelah rumah kami laku terjual untukmembayar hutang. Setahun, 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun.. telah berlalu sejakkejadian itu.
Saya telah menikah kembali dengan Brad, seorang pria dewasa. Usia Pernikahankami telah menginjak tahun kelima. Berkat Brad, sifat-sifat buruk saya yangsemula pemarah, egois, dan tinggi hati, berubah sedikit demi sedikit menjadilebih sabar dan penyayang. Angelica telah berumur 12 tahun dan kamimenyekolahkan dia di asrama putri sekolah perawatan. Tidak ada lagi yangingat tentang Eric dan tidak ada lagi yang mengingatnya.
Sampai suatu malam. Malam di mana saya bermimpi tentang seorang anak.Wajahnya agak tampan namun tampak pucat sekali. Ia melihat ke arah saya.Sambil tersenyum ia berkata, "Tante, Tante kenal mama saya? Saya linducekali pada Mommy
Setelah berkata demikian ia mulai beranjak pergi, namun saya menahannya,"Tunggu..., sepertinya saya mengenalmu. Siapa namamu anak manis?"
"Nama saya Elic, Tante."
"Eric? Eric... Ya Tuhan! Kau benar-benar Eric?"
Saya langsung tersentak dan bangun. Rasa bersalah, sesal dan berbagaiperasaan aneh lainnya menerpa diri saya saat itu juga. Tiba-tiba terlintaskembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film yang diputardikepala saya. Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan sayadulu.Rasanya seperti mau mati saja saat itu. Ya, saya harus mati...,mati..., mati... Ketika tinggal seinchi jarak pisau yang akan saya goreskanke pergelangan tangan, tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiransaya. Ya Eric, Mommy akan menjemputmu Eric...
Sore itu saya memarkir mobil biru saya di samping sebuah gubuk, dan Braddengan pandangan heran menatap saya dari samping. "Mary, apa yang sebenarnyaterjadi?"
"Oh, Brad, kau pasti akan membenciku setelah saya menceritakan hal yangtelah saya lakukan dulu." tTpi aku menceritakannya juga denganterisak-isak...
Ternyata Tuhan sungguh baik kepada saya. Ia telah memberikan suami yangbegitu baik dan penuh pengertian. Setelah tangis saya reda, saya keluar darimobil diikuti oleh Brad dari belakang. Mata saya menatap lekat pada gubukyang terbentang dua meter dari hadapan saya. Saya mulai teringat betapagubuk itu pernah saya tinggali beberapa bulan lamanya dan Eric.. Eric...
Saya meninggalkan Eric di sana 10 tahun yang lalu. Dengan perasaan sedihsaya berlari menghampiri gubuk tersebut dan membuka pintu yang terbuat daribambu itu. Gelap sekali... Tidak terlihat sesuatu apa pun! Perlahan matasaya mulai terbiasa dengan kegelapan dalam ruangan kecil itu.

Tidak ada komentar: